Ini dia salah satu tempat teristimewa di Pontianak, Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument. Kenapa istimewa? Yah, itu tadi karena memang kota ini dilalui garis khayal khatulistiwa.
Untuk menandainya garis khayal itu, dibangun sebuah Tugu Khatulistiwa atau
Equator Monument pada garis lintang nol derajat yang terletak di Siantan,
sekitar tiga kilometer dari pusat Kota Pontianak ke arah Kecamatan Sungai
Pinyuh, Kabupaten Pontianak.
Setiap pengunjung yang datang pasti selalu penasaran dan mencari tahu letak
persis titik lintang nol derajat yang membelah Bumi secara horizontal
Hampir bisa dipastikan pada awalnya semua pengunjung takjub melihat keunikan tugu yang terbuat dari kayu ulin ini. Selain menikmati keunikan Tugu Khatulistiwa, yang paling banyak dicari pengunjung adalah mencari tahu letak persis titik lintang nol derajat yang membelah Bumi secara horizontal.
Hampir bisa dipastikan pada awalnya semua pengunjung takjub melihat keunikan tugu yang terbuat dari kayu ulin ini. Selain menikmati keunikan Tugu Khatulistiwa, yang paling banyak dicari pengunjung adalah mencari tahu letak persis titik lintang nol derajat yang membelah Bumi secara horizontal.
Lalu, apa istimewanya garis lintang nol derajat tersebut? Sebenarnya, garis
khatulistiwa atau garis ekuator hanyalah buatan manusia. Masih ingat tidak?
Garis tersebut ada di pelajaran geografi.
Dalam pelajaran geografi, Bumi diibaratkan dibagi menjadi dua bagian, yakni
belahan utara dan belahan selatan. Dari pembagian itu, bisa dilihat, Kota
Pontianak berada persis di tengah-tengah garis tersebut.
Daya tarik Tugu ini pun terlihat pada sebuah peristiwa. Sebuah peristiwa
menakjubkan, yaitu, saat terjadi kulminasi, yakni matahari tepat berada di
garis khatulistiwa.
Pada saat itu bayangan tugu "menghilang" beberapa detik, meskipun
diterpa sinar Matahari. Kita yang berdiri di sekitar tugu juga akan hilang
bayangannya selama beberapa saat. Nesi ikut mencoba, eh benaar loh, bayangan
Nesi hilang!
Titik kulminasi matahari itu terjadi setahun dua kali, yakni antara tanggal
21-23 Maret dan 21-23 September. Bagi masyarakat Kalbar, peristiwa alam ini
menjadi tontonan menarik.
Bagaimana garis nol derajat itu bisa ditemukan di Kota Pontianak? Nah, dari
sebuah catatan yang diperoleh pada tahun 1941. Disebutkan bahwa pada 31 Maret
1928 telah datang di Pontianak satu ekspedisi internasional yang dipimpin
seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda.
Ekspedisi ini merupakan sebuah perjalanan menuju Kota Pontianak untuk
menentukan titik atau tonggak garis ekuator. Pada tahun 1928, berhasil dibangun
tugu pertama berbentuk tonggak tanda panah. Tonggak itu kemudian disempurnakan
tahun 1930.
Selain di atasnya ada tanda panah, juga ada lingkaran. Setelah itu, arsitek
Silaban pada tahun 1938 melakukan penyempurnaan dan membangun tugu yang baru.
Tugu inilah yang kemudian bentuknya sangat terkenal di dunia. Bangunan itu
terdiri dari empat buah tonggak atau tiang dari kayu belian atau kayu ulin
(kayu langka khas Kalimantan). Masing-masing tonggak berdiameter 0,30 meter.
Dua tonggak bagian depan tingginya 3,05 meter dari permukaan tanah,
sedangkan dua tonggak bagian belakang, tempat lingkaran dan anak panah penunjuk
arah, tingginya 4,40 Diameter lingkaran yang bertuliskan "EUENAAR"
2,11 meter.
Panjang panah yang menunjuk arah lingkaran ekuator adalah 2,15 meter. Di
bawah panah terdapat tulisan "109 derajat 20’0"OlvG" yang
menunjukkan letak tugu itu berdiri pada garis bujur timur.
Setiap terjadi titik kulminasi, bayangan tugu dan benda-benda lain di
sekitarnya menghilang beberapa saat. Ini menandakan bahwa tugu ini benar-benar
berada di garis lintang nol derajat.
Pada tahun 1990 kembali Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi dengan pembuatan
kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran 5
kali lebih besar dari tugu yang asli.
Tugu itu diresmikan pada tanggal 21 September 1991. Dan untuk memperindah
bangunan, dibuatlah kawasan taman hingga ke pinggir Sungai Kapuas.
Saat ini tugu telah berusia 75 tahun. Selama kurun waktu itulah Kota
Pontianak menjadi salah satu kota yang terkenal di dunia sebagai kota
khatulistiwa. Mau melihat Tugu Khatulistiwa ditambah pemandangan di sekitar
Sungai Kapuas? Mampir saja ke kota Pontianak!
Here's one place especially in Pontianak , Equator Equator Monument or
Monument . Why is it special? Well , it was because the city passed an
imaginary line the equator .
To mark the imaginary line , built an Equator Equator Monument or Monument
at zero degrees latitude located at Siantan , about three kilometers from the
center towards Pontianak Pinyuh River District , Pontianak regency .
Every visitor who comes must always be curious and find out the exact
location of the point of zero degrees latitude that divides the Earth
horizontally
Almost certainly at first all visitors marvel at the uniqueness of the
monument is made of
ironwood . In addition to enjoying the uniqueness of the Equator Monument , the
most sought after visitors is to find out the exact location of the point of
zero degrees latitude that divides the Earth horizontally .
So , what's so special is zero degrees latitude ? Actually , the equator
equator or just man-made . Still do not remember ? The line was a geography
lesson .
In a geography lesson , likened the Earth is divided into two parts ,
namely the northern hemisphere and the southern hemisphere . From the
distribution , it can be seen , Pontianak is located right in the middle of the
line .
The appeal of this monument was seen at an event . An amazing event , that
is , when there is the culmination , the sun was right on the equator .
At that time the shadow of the monument " disappeared " a few
seconds , though exposed to sunlight . We were standing around the monument
also lost his shadow for a while . Nesi go try , eh benaar tablets , Nesi
shadows disappear.
The solar culmination occurs twice a year , ie between 21-23 March and
September 21 to 23 . For the people of West Kalimantan , the events of this
nature be an interesting spectacle .
How the zero line can be found in Pontianak ? Well , from a record obtained
in 1941 . Mentioned that on March 31, 1928 has come in Pontianak one international
expedition led by a Dutch geographer .
This expedition is a trip to the city of Pontianak to determine the point
or milestone equator . In 1928 , the first monument built successful milestone
shaped arrows . Milestone was later refined in 1930.
In addition there is an arrow on it , there is also a circle . After that ,
the architect Silaban in 1938 to make improvements and build a new monument .
Monument is then the shape is very well known in the world . The building
consists of four milestones or pole of wood or ironwood purchase ( rare wood
typical of Borneo ) . Each milestone diameter of 0.30 meters .
Two milestones front height of 3.05 meters from the ground , while the two
rear milestones , where circles and arrows pointing the direction , height 4.40
diameter circle that reads " EUENAAR " 2.11 meters .
The length of an arrow pointing toward the equator circle is 2.15 meters .
Below the arrow it says " 109 degrees 20'0 " OlvG " which shows
the location of the monument stands on the east longitude .
Each occurred culmination , shadow monument and other objects around it
disappeared some time. This indicates that this monument actually being in the
latitude of zero degrees .
In 1990 returned Equator monument was renovated with the manufacture of the
dome to protect the original monument and the making of duplicate monument with
size 5 times larger than the original monument .
Monument was inaugurated on 21 September 1991 . And to beautify the
building , made up
to the edge of the park area of the Kapuas River .
Currently the 75 -year -old monument . During that period of Pontianak
become one of the famous cities in the world as a city of the equator . Want to
see the Equator Monument plus scenery around the Kapuas River ? Stop by just to
the city of Pontianak !
0 komentar:
Posting Komentar